Opini

714

Tantangan dan Strategi Proses Coklit Pilkada 2024 di Tengah Dinamika Kota

PURWOKERTO - Pencocokan dan Penelitian adalah tahapan penting yang harus dilakukan oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Melalui coklit yang efektif, akurasi daftar pemilih dapat dipastikan sehingga mendukung keberhasilan pelaksanaan demokrasi di daerah tersebut, Rabu (24-07-2024).   Purwokerto sebagai ibu kota Kabupaten Banyumas, terbagi menjadi empat kecamatan yaitu Purwokerto Barat, Purwokerto Selatan, Purwokerto Utara, dan Purwokerto Timur. Dengan sejarahnya sebagai bekas kota administratif yang kini telah dihapuskan oleh Peraturan Pemerintah (PP) tahun 2003, Purwokerto tetap menjadi pusat pemerintahan dan administrasi bagi Banyumas. Dalam konteks Pilkada 2024, Purwokerto menjadi wilayah dengan jumlah pemilih yang signifikan, mencapai sekitar 177.11 pemilih yang tercatat dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4).   Sebanyak 328 Tempat Pemungutan Suara (TPS) telah disediakan di keempat kecamatan tersebut, dengan rincian sebagai berikut :  Purwokerto Selatan : 104 TPS dengan 56.398 pemilih. Purwokerto Utara : 71 TPS dengan 36.422 pemilih. Purwokerto Barat : 74 TPS dengan 40.339 pemilih. Purwokerto Timur : 79 TPS dengan 43.952 pemilih.   Sebagai pusat urbanisasi, Purwokerto menghadirkan beragam tantangan bagi Pantarlih. Masyarakat kota yang cenderung bersifat individualis dan dinamis seringkali sulit ditemui di rumah. Berbagai kendala pun dihadapi seperti waktu kehadiran warga yang hanya dapat ditemui pada malam hari, warga yang melakukan perpindahan domisili tanpa mengurus perpindahan administratif, banyak rumah yang dijadikan investasi sehingga hanya tercatat di Kartu Tanda Penduduk (KTP tetapi penghuninya tidak ada, dan di kawasan pertokoan warga sering tidak mau membuka pintu karena alasan keamanan dan ketidakpercayaan.   Untuk menghadapi kendala ini, perlu adanya sosialisasi dan peningkatan tertib administrasi kependudukan menjadi sangat penting. Dengan data yang akurat dan terbarui, proses pemutakhiran pemilih dapat berjalan lebih efisien.   Komitmen Pantarlih Purwokerto dalam menjalankan tugasnya, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, membuktikan semangat dan dedikasi yang tinggi dalam mendukung kesuksesan Pilkada 2024. Dengan kerjasama yang baik antara masyarakat dan petugas, diharapkan Pilkada kali ini dapat berlangsung dengan lancar, aman, dan demokratis. (ddy_ed ryn) Oleh : Deddy Purwinto Ketua PPK Purwokerto Timur


Selengkapnya
763

Meretas Jalan Data Terbuka Pemilu

Oleh: Subhan Purno Aji Perkembangan teknologi informasi yang pesat memaksa penyelenggara Pemilu menyesuaikan diri dengan keterbukaan informasi. Pada titik inilah, gagasan Data Terbuka (Open Data) menemukan relevansinya. Melalui Data Terbuka, data Pemilu yang dimiliki dan dikuasai oleh penyelenggara tidak hanya harus disajikan secara terbuka dan mudah diakses, tetapi juga mudah dibagi, diolah dan dibaca oleh mesin pencari di internet. Kontestasi yang keras pada Pemilu Presidan dan Wakil Presiden 2019 memberikan pelajaran berharga bahwa keterbukaan data hasil di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) sangat penting untuk mendukung Pemilu yang berintegritas. Saat itu, banyak pihak menganggap KPU berat sebelah, cenderung menguntungkan Paslon incumbant Jokowi-Ma’ruf Amin. Data Sistem Penghitungan Suara (Situng) yang memudahkan KPU dalam menampilkan hasil Pemilu dari setiap TPS di portal www.pemilu2019.kpu.go.id dianggap penuh manipulasi. Ketua KPU Arif Budiman saat itu menampik adanya kecurangan melalui Situng. Dia justru menganggap aneh jika pihaknya berlaku curang karena data hasil dari seluruh TPS dipublikasikan yang tidak memungkinkan seorang pun untuk dapat merubah angka-angka yang ada. "Dan ini terbuka. Kalau ada yang menduga bahwa kami lakukan kecurangan, masa kami publikasikan (kecurangan)," ujar Arif seperti dikutip www.kompas.com (20-04-2019). Arif menambahkan pihaknya mengakui adanya kekeliruan input para petugas, tetapi tidak ada niat sama sekali untuk berlaku curang. Justru karena KPU menampilkan data dari seluruh TPS, masyarakat dapat mengawasi seluruh tahapan penghitungan sampai dengan rekapitulasi suara tingkat nasional. Urgensi Data Terbuka dalam Pemilu Penggunaan Situng sebagai alat bantu bagi KPU dalam mengolah hasil penghitungan suara di TPS agar publik mudah untuk mengawasi dan memantau seluruh tahapan hanya salah satu saja dari upaya keterbukaan informasi untuk Pemilu yang berintegritas. Sejak 2014, tidak hanya Situng untuk mempermudah penyelenggaraan tahapan penghitungan dan rekapitulasi, KPU juga telah menggunakan banyak alat bantu lain dalam setiap penyelenggaraan tahapan. Sebut saja Sistem Informasi Pemutakhiran Data Pemilih (Sidalih), Sistem Informasi Logistik (Silog), Sistem Informasi Pencalonan (Silon), Sistem Informasi Verifikasi Partai Politik (Sipol), dan lainnya. Semua itu digunakan sebagai ikhtiar KPU memenuhi tuntutan publik untuk terbuka dalam penyelenggaraan Pemilu. Penggunaan teknologi informasi pada dasarnya sebagai salah satu langkah KPU menuju keterbukaan data. Meski KPU belum merumuskan kebijakan tentang Data Terbuka, tetapi KPU dalam banyak hal sudah memulai membangun infrastruktur menuju Data Terbuka. Portal www.opendata.kpu.go.id meski belum terlalu optimal dikelola, tetapi setidaknya telah mulai dimanfaatkan untuk menyediakan data sesuai dengan prinsip-prinsip umum Data Terbuka. Menurut International IDEA, Data Terbuka adalah data yang siapapun dapat mengakses, menggunakan dan membaginya secara gratis serta bebas baik untuk memprosesnya lebih lanjut maupun dibagikan kembali kepada pihak  lain. Data ini umumnya mudah diakses secara online dan bebas digunakan secara setara oleh semua orang, termasuk oleh lembaga pemerintah, swasta, akademisi baik untuk kepentingan komersial maupun non-komersial. Dengan kata lain, data yang masih dibatasi aksesnya hanya untuk pihak-pihak tertentu tidak dapat dikatakan sebagai Data Terbuka. Selain itu, tidak dapat dikatakan sebagai Data Terbuka jika data itu sulit untuk digunakan, dibagikan kembali baik karena ada halangan-halangan legal maupun teknis seperti adanya permintaan untuk mendaftar terlebih dahulu, diperlukan pasword atau bayaran tertentu untuk memanfaatkannya. Tujuan paling spesifik dari gagasan Data Terbuka dalam penyelenggaraan Pemilu adalah adanya transparansi dan kesetaraan dalam mengakses data. Dua hal ini mutlak diperlukan untuk mendukung Pemilu yang bermartabat. Melalui transparansi, semua pihak yang terlibat diharapkan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap proses dan hasil Pemilu. Sementara kesetaraan akses data memungkinkan semua pihak memiliki cukup masukan untuk menentukan strategi dan keputusan dalam penyelenggaraan Pemilu. Bagi seorang calon, data hasil Pemilu yang setara dan mudah untuk diakses, akurat serta mudah untuk digunakan kembali menjadi modal untuk memetakan strategi meraih dukungan pemilih serta memetakan basis pemilih sesuai dengan visi dan misinya. Sementara bagi para pemilih, keterbukaan informasi terhadap para calon memudahkan mereka mengambil keputusan siapa yang akan dipilih di TPS. Data curriculum vitae, rekam-jejak calon, visi-misi, laporan harta dan kekayaan yang mudah didapatkan menjadi sumber referensi seorang pemilih menentukan kandidat mana yang akan dipilih. Bila semua itu dilakukan, tujuan Pemilu untuk memilih orang-orang yang tepercaya dan berdedikasi memiliki potensi untuk diwujudkan. Data Terbuka Dalam Praktek Praktek dari gagasan Data Terbuka yang dilakukan oleh KPU tidak hanya pada aras wacana, tetapi telah dipraktekan. Melalui unggah data hasil pindai Formulir C1 Pilpres 2014, sekelompok orang telah menginisiasi portal kawalpemilu.org yang memanfaatkan hasil pindai tersebut. Mereka secara sukarela menginput data dari setiap TPS untuk memudahkan dalam pengawasan hasil Pilpres 2014 saat itu. Pemanfaatan data hasil TPS yang diunggah oleh KPU juga berlanjut pada Pemilu 2019 lalu. Hadar Nafis Gumay peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) menginisiasi Kawal Pemilu Jaga Suara (KPJS) 2019 dengan merekrut banyak relawan untuk memfoto Fomulir C1 Plano di TPS dan mengunggahnya ke server Netgrit. Setelah semua data diinput, hasilnya tidak jauh berbeda dengan hasil rekapitulasi KPU. Tidak hanya dimanfaatkan untuk mengawal proses rekapitulasi, data hasil yang terbuka diakses memudahkan para jurnalis memanfaatkan sebagai bahan pemberitaan. Saat ini, para jurnalis memanfaatkan data terbuka untuk membuat ilustrasi pemberitaan dengan tampilan infografis yang menarik. Pembaca akan dimudahkan memahami isi tulisan berita saat disuguhi infografis yang menguatkan argumen penulis. Bahkan saat ini, muncul tren baru dalam jurnalisme yang mengizinkan pembaca memeriksa dan menguji keakuratan informasi atau dikenal sebagai jurnalisme data. Menurut jurnalis senior, Anthony Lee, kecederungan jurnalisme akhir-akhir  ini bergerak ke arah jurnalisme data. Data terbuka dan keterbukaan data sangat bermanfaat pada kualitas jurnalisme yang lebih baik, terutama pada peliputan yang jauh lebih komprehensif. Data memungkinkan para jurnalis menulis dari sudut pandang helikopter, menyeluruh. “Data menyediakan kita informasi sehingga kita bisa membuat tulisan dari helicopter view. Dengan data itu, kita bisa hubungkan dengan latar belakang kandidat dan banyak hal lain,” ungkap Anthony seperti dikutip dari portal rumahpemilu.org (28-10-2019). Data Terbuka di KPU Kabupaten Banyumas Pada 2021, KPU Kabupaten Banyumas berkomitmen untuk menerpkan gagasan Data Terbuka agar publik dapat memanfaatkan data kepemiluan secara optimal. Hal ini merupakan upaya mewujudkan komitmen untuk melakukan transparansi dan akuntabilitas kepada publik. “Open data saat ini menjadi kebutuhan publik agar data dapat diakses dan manfaatnya dioptimalkan,” kata Khasis Munandar saat kegiatan Evaluasi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) dan Analisis Capaian Kinerja, bertempat di White Cafe, Purwokerto, Senin (21/12/2020) seperti dikutip dari portal KPU Kabupaten Banyumas. Khasis menambahkan pihaknya akan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Banyumas untuk mendapatkan akses pada perangkat lunak open data yang selama ini dikelola dan telah terhubung dengan Satu Data Indonesia. “Segera akan dikoordinasikan dengan Kominfo (Dinas Komunikasi dan Informatika) untuk teknisnya,” ujarnya saat ditemui usai acara. Jika sudah diterapkan nantinya data hasil pemilu, data rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT), data pemetaan kebutuhan logistik dan data kepemiluan lainnya mudah untuk diakses dan dalam bentuk yang siap digunakan. Saat ini KPU Kabupaten Banyumas telah melaksanakan Data Terbuka melalui portal Satu Data Kabupaten Banyumas yang difasilitasi oleh Dinas Kominfo Kabupaten Banyumas. Melalui portal itu, akan banyak data yang dapat dengan mudah diakses oleh publik secara online, mudah digunakan dan didistribusikan kembali. Semua data itu akan diungggah dalam bentuk data Microsoft Excel (.xlsx) atau comma separated values (.csv). (SPA)


Selengkapnya
695

Mengevaluasi Pilkada Serentak 2020

Oleh: Subhan Purno Aji Penyelenggaraan tahapan Pemilihan Serentak 2020 telah selesai. Sejumlah kekhawatiran menyeruak saat pemerintah bertekad tetap menyelenggarakan tahapan di tengah pandemi COVID-19. Tetapi berkat kerja sama seluruh pihak, pada akhirnya seluruh tahapan dapat terlaksana dengan sejumlah catatan. Rabu (9-12-2020) menjadi sejarah baru. Untuk pertama kalinya pemungutan suara dilaksanakan dalam suasana yang tidak biasa, yakni pandemi COVID-19. Menurut Ketua KPU, Arif Budiman, ada perbedaan yang paling mencolok pada penyelenggaraan Pemilihan 2020, yakni KPU menyelenggarakan tahapan di era new normal. “Menerapkan protokol pencegahan penyebaran virus COVID-19 di setiap tahapan, jadi tidak hanya saat pemungutan penghitungan suara tapi di seluruh tahapan kita harus memperhatikan penerapan protokol kesehatan,” tandasnya saat menjadi pembicara pada diskusi “Evaluasi Cepat Pilkada 2020” yang diselenggarakan oleh Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) UGM, Jumat (11-12-2020), secara daring. Arif menguraikan, tidak hanya penerapan protokol kesehatan saja yang berbeda dari pelaksanaan Pemilu/Pemilihan sebelumnya, keterlibatan banyak pihak juga menjadi keharusan untuk mensukseskan gelaran Pilkada di masa pandemi ini. “(Pilkada) kali ini ada lebih banyak pihak yang kita libatkan. Ada BNPB, gugus tugas (Satgas), Kemenkes. Keterlibatannya jauh lebih intensif,” sambungnya. Menyelenggarakan Pilkada di era pandemi memang menjadi tantangan seluruh pihak. Tidak hanya bagi KPU dan penyelenggara pemilihan lainnya, tetapi juga bagi peserta pemilihan dan pemilih. Bagi KPU, tentu saja ada banyak tekanan karena tidak saja harus menyelenggarakan pemilihan secara jujur dan adil, tetapi ada kewajiban agar penyelenggara, peserta dan pemilih selamat dan tidak tertular COVID-19. Sementara bagi peserta, keharusan penerapan protokol kesehatan yang ketat menjadi tantangan yang tidak mudah. Sejak dari pencalonan, mereka diharuskan disiplin tidak menimbulkan kerumunan, tetap menjaga jarak dan menggunakan perangkat pelindung tubuh. Yang paling berat bagi mereka tentu saja adalah melaksanakan kampanye di tengah keterbatasan interaksi fisik dengan para pemilih. Padahal pada masa kampanye inilah peserta Pilkada dapat berinteraksi dengan para pemilih untuk mengenalkan visi, misi dan rekam-jejaknya. Di sisi lain, bagi peserta dilema saat melakukan kampanye adalah apabila penerapan protokol kesehatan diabaikan, sanksi yang cukup berat siap-siap mereka terima jika terbukti melanggar protokol kesehatan. Efek positifnya, kita melihat banyak inovasi yang dapat dilakukan para kandidat dan tim suksesnya untuk menjangkau pemilih. Misalnya, intensitas penggunaan media sosial yang semakin meningkat dan penjangkauan kepada masyarakat pemilih tanpa ada kontak fisik dengan media-media yang tersedia. Bagi pemilih, pelaksanaan pemilihan saat pandemi membatasi mereka untuk berpartisipasi dalam seluruh tahapan penyelenggaraan. Yang paling terasa adalah pembatasan kampanye. Di waktu normal, masa kampanye umumnya menjadi ajang pemilih mendapatkan informasi tentang kandidat yang akan dipilih. Keterbatasan interaksi fisik memaksa pemilih untuk mencari alternatif agar mereka memiliki pengetahuan tentang siapa yang akan dipilih. Inovasi Yang Dilakukan Kajian international IDEA, salah satu faktor yang menyebabkan di beberapa negara yang menyelenggarakan Pemilu di tengah pandemi memiliki partisipasi yang tinggi adalah adanya special voting arrangements (SVA’s), yakni langkah mitigasi khusus untuk memudahkan pemilih menggunakan hak pilih untuk menghindari penyebaran virus. Dilakukannya pemungutan suara melalui pos (postal vote), pemilihan pendahuluan (early voting) atau hak suara yang dapat diwakili (proxy voting) menjadi faktor penting masih tinggi angka partisipasi. Meski regulasi tidak memungkinkan KPU melakukan inovasi-inovasi seperti negara-negara lain, tetapi KPU dengan keweangan yang dimilikinya melakukan terobosan untuk memudahkan penyaluran hak pilih dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Tujuannya, agar pemilih memiliki kepercayaan untuk datang ke TPS. Langkah-langkah itu, misalnya, KPU  mengurangi jumlah TPS dari maksimum 800 menjadi hanya 500 pemilih saja. Penjadwalan penggunaan hak pilih juga dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kerumunan. Hal itu dilakukan di Kabupaten Kebumen. Sebagi penyelenggara Pilkada 2020, KPU Kabupaten Kebumen menempuh langkah-langkah standarisasi teknis untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19. Antara lain, menambah jumlah TPS dari 2.250 menjadi 3.155 TPS. Pemenuhan kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) juga salah satu aspek yang menjadi fokus KPU Kebumen agar pemilih nyaman dan aman saat menggunakan hak pilih. Prosedur-prosedur tambahan seperti cuci tangan sebelum masuk ke arena TPS, selalu menggunakan masker dan menjaga jarak juga terus menerus dilakukan. “KPU maksimal melakukan sosialisasi kepada masyarakat khususnya pemilih. Ini baik sosialisasi langsung maupun sosialisasi tidak langsung,”ujar Yulianto, Ketua KPU Kebumen seperti dikutip dari Harian Radar Banyumas edisi 7 Desember 2020. Partisipasi Aspek partisipasi menjadi penting dari sukses atau tidaknya sebuah Pemilu atau Pemilihan. Sebab, semakin tinggi partisipasi menjadi kunci kuatnya legitimasi hasil Pemilu atau Pemilihan. Para calon yang terpilih merasa percaya diri karena terpilih dengan dukungan publik yang luas. Sebaliknya, legitimasi hasil Pemilu atau Pemilihan dipertanyakan disebabkan karena rendahnya partisipasi pemilih. Di masa pandemi tentu banyak pihak pesimis pemilih akan antusias datang ke TPS. Pesimisme itu cukup beralasan, mengingat para pemilih merasa takut untuk tertular COVID-19. Publik juga nampaknya teralihkan fokusnya pada isu-isu seputar COVID-19, sehingga nampaknya kurang menganggap penting kehadiran mereka di TPS. Meski di masa pandemi, KPU tetap menargetkan 77,5% pemilih hadir dan menggunakan hak pilihnya di TPS. Langkah yang dilakukan oleh KPU agar pemilih tetap mau datang ke TPS adalah menyakinkan pemilih bahwa prosedur penggunakan hak pilih di TPS dilaksanakan secara ketat. Para petugas KPPS juga telah dipastikan bebas COVID-19. Data yang disampaikan oleh KPU per tanggal 17 Desember 2020, persentase kahadiran pemilih mencapai 76,13% atau lebih tinggi dibandingakan dengan Pilkada 2015 yang hanya i 68%. Meski itu angka sementara mengingat ada beberapa KPU di daerah yang masih melaksanakan rekapitulasi, tetapi menunjukan pemilih masih antusias untuk datang ke TPS. "Kami sampaikan ini data sementara ya karena rekap masih terus berlangsung sampai dengan nanti kalau selesai rekap di tingkat provinsi maka sudah tuntas 100 persen. Kita sudah simpulkan tingkat partisipasi berapa," kata Arief dalam Webinar Nasional Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) bertajuk "Evaluasi Pilkada dan Catatan Perbaikan" Kamis (17/12/2020) seperti dikutip kompas.com edisi 17 Desember 2020. Diapresiasi Kekhawatiran-kekhawatiran bahwa Pilkada di masa pandemi akan memperburuk situasi pandemi nyatanya tidak terbukti. Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD, menilai masyarakat patuh pada penggunaan protokol kesehatan sehingga menurutnya belum ada laporan Pilkada menjadi kluster baru. Mahfud pun memberikan apresiasi atas kepedulian masyarakat, baik yang setuju Pilkada ditunda maupun yang setuju Pilkada tetap dilaksanakan. Menurut mantan Ketua MK itu, suksesnya Pilkada di masa pandemi menjadi bukti bahwa masyarakat cinta terhadap bagsa. "Saya ucapkan terimakasih kepada seluruh ormas-ormas, kepada LSM yang secara objektif mensyukuri keberhasilan Pilkada yang dulu dikhawatirkan bersama ini," ucapnya seperti dikutip dari okezone.com (14-12-2020). Sementara itu, Abdul Gafar Karim menilai bahwa kesuksesan Pilkada 2020 karena dari awal para pihak telah memetakan potensi yang dapat memperburuk situasi. “Saya kira ini hal positif, karena kita lama cemas akan seperti apa pilkada kita. Ternyata setelah kita berpilkada betul, ternyata kita jauh lebih siap,” ujar akademisi Fisipol UGM ini saat menjadi narasumber “Evaluasi Cepat Pilkada 2020” yang diselenggarakan oleh Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) UGM. Apresiasi itu nampaknya menjadi cambuk agar kita semua terus berbenah menyiapkan penyelenggaraan Pemilu atau Pemilihan dalam situasi apapun. Justru karena dari awal banyak pihak yang menyangsikan pelaksanaan Pilkada di masa pandemi, penyelenggara Pemilu benar-benar menyiapkan diri dan memetakan tahapan mana yang paling rentan terjadi pelanggaran. Inilah pentingnya publik juga terus menjadi pemilih yang kritis pada setiap tahapan yang berpotensi menjadi kendala. Sebab, kritisisme pemilih menjadi obat yang mujarab untuk mengatasi potensi masalah yang muncul. (SPA)


Selengkapnya