Kelas Pemilu: Sistem Pemilu Penting untuk Jamin Representasi Warga Negara
PURWOKERTO- Sistem Pemilu harus bisa menjamin keterwakilan warga negara terpenuhi. Sebab, pada dasarnya Pemilu merupakan sarana penyelesaian konflik yang terlembagakan dari banyaknya perbedaan yang ada di masyarakat. Untuk itu, setiap “perekayasaan” sistem Pemilu harus berpijak pada kekhasan setiap negara, tidak ada sistem pemilu paling baik yang dapat diterapkan di semua negara dan masyarakat. Demikian salah satu materi yang disampaikan oleh Subhan Purno Aji, kepada peserta Kelas Pemilu di ruang Media Centre KPU Kabupaten Banyumas, Kamis pagi (14-10-2021). Peserta kelas Pemilu merupakan mahasiswa yang sedang menjalani program magang di KPU Kabupaten Banyumas. “Seperangkat aturan dan prosedur yang menentukan bagaimana suara pemilih diberikan dan bagaimana mengubah suara menjadi kursi baik untuk kursi legislatif maupun eksekutif, atau baik pada tingkat nasional maupun lokal,” ujar pria yang setahun ini menjabat Kepala Sub Bagian Program dan Data ini menjelaskan pengertian dasar sistem Pemilu. Subhan lalu menjelaskan tentang variasi sistem pemilu yang ada di dunia. Mengutip buku yang diterbitkan oleh International IDEA, menurut Subhan, paling tidak ada empat jenis sistem Pemilu di dunia. Pertama, sistem Pemilu mayoritas/pluralitas yakni kandidat atau partai politik yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pemenang. Kedua, sistem Pemilu keterwakilan proporsional yaitu suara yang diperoleh oleh kandidat atau partai politik akan dikonversi secara proporsional menjadi kursi yang diperoleh. Ketiga adalah sistem Pemilu campuran dan keempat sistem Pemilu yang tidak dikategorikan oleh tiga sebelumnya. “Sistem Pemilu mayoritas/pluralitas banyak variannya. Tapi yang paling sederhana dan paling dikenal adalah First Past The Post (FPTP), (yakni) siapapun kandidat yang memperoleh suara terbanyak dia yang mengambil seluruh kursi yang tersedia,” sambungnya. Sistem Pemilu di Indonesia Sementara itu, lanjut Subhan, di Indonesia setiap jenis Pemilu menganut sistem yang berbeda-beda. Dia mencontohkan pada untuk Pemilu anggota DPR dan DPRD menganut sistem Pemilu perwakilan berimbang dengan daftar terbuka. Sementara untuk pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, saat ini sistem yang dipakai setelah Pilkada Serentak 2015 adalah FPTP, yakni pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak langsung ditetapkan sebagai pemenang. Sementara sebelum 2015 dikenal dengan sistem Two Round System (Dua Putaran). “Karena Pilkada yang dulu (sebelum 2015), pasangan calon yang terpilih adalah mereka yang mendapatkan suara terbanyak dan memiliki persentase suara sah di atas 30 persen. Jika belum ada paslon yang memperoleh 30 persen diambil dua paslon dengan suara terbanyak untuk dilanjutkan dengan Pilkada putaran kedua,” paparnya saat menjelaskan jenis-jenis sistem Pemilu yang saat ini berlaku di Indonesia. Di akhir sesi, Subhan memberikan penugasan kepada peserta untuk menghitung perolehan kursi yang diperoleh dengan menggunakan varian Sainte-Lague murni. Formula matematis konversi suara menjadi kursi merupakan salah satu unsur pembentuk Sistem Pemilu. (SPA)
Selengkapnya